Praktik Pertambangan Emas Tanpa Izin (PETI) masih saja marak di Kabupaten Landak. Bahkan, Kamis (27/10) lalu saat memantau situasi banjir di Kecamatan Menjalin, Bupati Landak, Dr. Adrianus Asia Sidot, M.Si bersama jajaran Muspika setempat sempat memergoki oknum masyarakat yang melakukan praktik ilegal ini di Desa Sepahat.
Hal inipun dibenarkan Pelaksana Tugas (Plt) Kepala Dinas Pertambangan, Energi dan Lingkungan Hidup (Distamben dan LH) Telly Yolaga.
Menurutnya, dalam hal penertiban PETI ini semua unsur terlibat. Jadi tidak hanya bupati saja, instansi terkait, jajaran Muspika Kecamatan sampai kepada masyarakat juga terlibat dalam penertiban PETI ini.
“Walaupun waktu penangkapan PETI di Menjalin tidak lengkap, tapi semuanya tergabung dalam tim. Pada waktu itu kunjungan Pak Bupati memang hendak memantau situasi banjir,” ujar Telly yang ditemui pekan lalu di kantornya.
Ditambahkannya, kalau pejabat membiarkan upaya-upaya masyarakat yang merugikan Negara seperti praktek PETI, secara implicit pejabat tersebut dikenakan sanksi.
Dikatakan mantan Camat Menyuke ini, kalau dikaji memang ada keterkaitan antara banjir dengan PETI. Sebab dengan terjadinya PETI ini membuat pedangkalan terhadap sungai. Bahkan alur sungai itu berubah.
“Semestinya sungai ini bisa menampung air, namun karena adanya praktek PETI, sungai mengalami penyumbatan dan pedangkalan. Akhirnya air yang semestinya mengalir, tapi tergenang dijalan dan terjadilah banjir,” ungkapnya.
Terhadap penggerebekan praktek PETI tersebut, ia mengatakan untuk saat ini kasus tersebut sudah ditangani pihak kepolisian. Diharapkan kasus PETI ini diproses sesuai dengan aturan yang berlaku.
“Perlu diketahui oleh masyarakat bahwa sesuai dengan pasal 33 UUD 1945 bahwa segala bumi, tanah dan air serta apa yang terkandung didalamnya termasuk milik negara dan dimanfaatkan oleh Negara untuk urusan kemakmuran rakyat,” jelasnya.
Dengan demikian, lanjutnya, pertambangan berada didalam bumi. Pemerintahpun harus berkewajiban untuk mengatur hal tersebut. Tapi jika dibandingkan dengan instansi lain seperti Dinas Kehutanan dan Perkebunan, tidak ada yang mengatakan bahwa kehutanan atau perkebunan dikuasi oleh negara.
“Tapi kalau mineral, tambang dan air sudah jelas. Jadi kalau yang diambil masyarakat tanpa sesuai dengan peraturan perundang-undangan, tentu merugikan negara. Yang namanya merugikan Negara termasuk pidana, dalam arti kata merampok kekayaan negara,” katanya.
Telly lantas mengkaitkan dengan pendapatan APBN tahun 2007 lalu. Dari Rp770 triliun, Rp330 triliun berasal dari sektor pertambangan. Dengan demikian belum ada upaya sektor lain yang bisa menggantikan posisi pertambangan.
“Bayangkan kalau pertambangan ini tidak bisa kita amankan, akan terjadi signifikan terhadap pandapatan negara,” tukasnya.
Ia mengambil contoh seperti masyarakat yang hendak membuat izin pertambangan dikenakan pajak. Apalagi kalau sudah beroperasi atau ekploitasi dikenakan pajak royalty.
“Pajak-pajak inikan dikumpulkan oleh negara dan dibagi masing-masing daerah dalam bentuk Dana Alokasi Umum (DAU). Ini tentunya akan menunjang daripada pendapatan Negara,” ungkapnya.
Untuk penanganan PETI di Landak ini ia mengatakan memang ada anggaran untuk penanganan PETI tersebut. Diharapkan awal November ini anggaran itu bisa dicairkan.
“Kita tetap menindaklanjuti apa yang sudah dilakukan bupati. Apalagi penanganan PETI ini sudah menjadi program tahunan. Cuma kendala kita inikan masalah biaya. Kalau kita menurunkan personil, tentu perlu biaya yang besar,” katanya
source:
Devi Zulkarnain
Borneo Tribune, Ngabang
Tidak ada komentar:
Posting Komentar